Bab VI Peranan dan Dampak dari Ilmu Alamiah dan Teknologi
Nuklir, Pembangkit Listrik Dunia
[oleh: Fran Kurnia,
Staf Kominfo 102FM]
Kenaikan BBM menimbulkan berbagai dampak negatif dalam
masyarakat. Hal ini memang telah diramalkan akan terjadi sebelumnya oleh para
eksekutif yang notabene setuju terhadap kenaikan BBM. Tetapi, bukan dampak
negatif ataupun politisasi kenaikan harga BBM di Indonesia yang akan dibahas
kali ini, melainkan sisi positif yang dapat ditarik dari kemelut permasalahan
bangsa ini, yaitu pemenuhan kebutuhan energi listrik dalam masyarakat dengan
menggunakan reaktor nuklir.
Perencanaan opsi pembangunan reaktor nuklir dalam memenuhi
kebutuhan energi nasional telah dimulai sejak tahun 2000. Lima tahun kemudian,
pemerintah sepakat dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama
dan rencananya tahun 2010 konstruksi awal PLTN I dimulai sehingga tahun
2016-2017 PLTN I sudah dapat beroperasi [Kompas, edisi cetak 13 Juli 2007].
Lalu yang terjadi hingga hari ini ialah hanya tanda tanya besar akan keberadaan
reaktor nuklir di Indonesia.
Jika ditelaah dari ilmu sosial yang
telah didapat dari bangku SD hingga perguruan tinggi terlihat bahwa peningkatan
populasi penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan energi,terutama untuk
negara yang menunjukkan perkembangan penduduk agrikultural menuju industrial.
Menipisnya cadangan sumber energi konvensional (seperti minyak bumi dan gas),
serta keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap efek penggunaan sumber energi
konvensional adalah sebagian alasan pemilihan energi nuklir sebagai alternatif
dan cadangan kebutuhan energi dalam negeri.
Sekarang, jika melihat di negara-negara maju, seperti
Amerika, Jepang dan Perancis. Bukankah belum pernah terdengar berita di beberapa
negara ini terjadi tindakan-tindakan anarkis dari masyarakat akibat kenaikan
harga BBM? Mengapa hal ini dapat terjadi? Ya, mereka telah berhasil mengurangi
dominasi sumber energi konvensional di negaranya. Sehingga, tidak ada alasan
untuk menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok jika harga minyak dunia
naik. Lalu bagaimana negara-negara maju ini mengurangi dominasi sumber energi
konvensional yang notabene merupakan sumber energi utama untuk negara-negara
berkembang? Energi nuklir, yang berhasil membuat reformasi energi itu.
Di seluruh dunia saat ini ada 441 reaktor nuklir. Bahkan,
sampai tahun 2020 PLTN akan bertambah 126 buah. Dari jumlah itu, 40 di
antaranya berada di China. China sudah bertekad memanfaatkan PLTN yang murah,
aman, dan bersih untuk memenuhi kebutuhan 1,3 miliar penduduknya. Di Negara
lain, Prancis telah memenuhi 78 persen kebutuhan listriknya dari PLTN. Jepang
juga, sekitar 40 persen kebutuhan listriknya diperoleh dari PLTN. Belum lama
ini, Presiden AS George W Bush juga telah menyampaikan rencana pembangunan
konstruksi energi nuklir AS tahun 2010, dan mengingatkan bahaya seputar
ketergantungan pada minyak. Memberikan contoh Perancis, China dan India,
Presiden Bush mendesak program 1,1 miliar dolar AS untuk mempromosikan
konstruksi pembangkit energi tenaga nuklir, sesuatu yang sudah tidak dilakukan
AS sejak 1970-an.
Bahkan, di AS, tahun 2002 presiden AS George Bush telah
meluncurkan program Nuclear
Power 2010 dengan fokus pada
komersialisasi reaktor generasi III+. Program ini didukung oleh US Energy Policy Act2005 (Epact 2005). Berdasarkan UU ini Pemerintah
AS memberikan tiga bentuk subsidi bagi industri nuklir: tax production credit sebesar 18 dollar AS/MWh sampai 125
juta dollar AS per 1.000 MW, ketetapan untuk mendapatkan jaminan sampai 80
persen biaya proyek oleh pemerintah federal dan, jaminan risiko (risk
insurance) sebesar 500 juta dollar AS untuk dua unit pertama dan 250 juta
dollar AS untuk unit 3-6. Jaminan ini akan dibayarkan jika keterlambatan
pembangunan bukan disebabkan oleh penerima lisensi [Kompas, edisi cetak 25 Juli
2007]. Berbagai subsidi ini membuat perekonomian PLTN lebih baik karena
sejumlah biaya dan risiko investasi ditanggung oleh konsumen dan publik AS.
Rusia dan beberapa negara Eropa barat lainnya merupakan
contoh negara-negara yang telah memanfaatkan energi nuklir dalam menghidupi
kebutuhan listrik, baik permukiman maupun industri. Tragedi Chernobyl maupun
kasus tumpahan limbah radioaktif seharusnya tidak menjadi alasan meniadakan
pengembangan energi nuklir di Indonesia. Daya dukung konstruksi, teknologi
pengolahan uranium sebagai bahan baku energi nuklir, serta pengolahan limbah
radioaktif yang harus dioptimalkan.
Kebutuhan akan listrik adalah primer, apalagi berkaitan
dengan pembangunan yang sedang berjalan. Berapa banyak investor yang ke luar
Indonesia karena macetnya suplai listrik industri. Berapa kerugian yang
diderita perusahaan dan industri kecil menengah selama krisis listrik melanda
Indonesia, khususnya daerah Jawa, Madura, dan Bali. Kali ini sudah waktunya
Indonesia menggeliat dengan sebuah pembangkit listrik berkelas dunia, reaktor
nuklir.
Sumber:
http://102fm-itb.org/2008/05/31/nuklir-pembangkit-listrik-dunia/
Komentar:
Komentar:
Pembangkit
tenaga nuklir adalah salah satu energi alternatif untuk mengatasi kelangkaan
bahan bakar fosil karena disebabkan oleh perubahan alam, perubahan cuaca dan
iklim Salah satu energi yang dihasilkan dari tenaga nuklir digunakan sebagai
pembangkit listrik tenaga nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir dapat
diandalkan sebagai pemasok kebutuhan listrik suatu bangsa, sehingga banyak
negara membangun reaktor nuklir untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Selain itu penggunaan PLTN memiliki banyak keuntungan seperti: tidak
menghasilkan emisi gas rumah kaca, tidak mencemari udara, sedikit menghasilkan
limbah padat, biaya bahan bakar rendah, ketersediaan bahan bakar yang melimpah
(karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan), dan baterai nuklir.
Walaupun demikian masih terdapat hal yang menjadi kekurangandari PLTN seperti
resiko kecelakaan nuklir, limbah nuklir (limbah radioaktif tingkat tinggi yang
dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun.
Comments
Post a Comment